PROGRAM IMPLEMENTASI AKSES INFORMASI
(AKSES UNTUK INFORMASI, AKSES PARTISIPASI,
AKSES KEADILAN)
DI KABUPATEN GUNUNG KIDUL
Ahmad Dzuha
Kerusakan lingkungan terbesar dipengaruhi oleh faktor: pertama,
ekspansi dan eksploitasi sumberdaya alam tanpa kontrol terhadap keberlanjutan
eksistensi ekologis sekitar wilayah tambang. Kedua, tingkat konsumsi
sumberdaya alam yang berlebihan. Tingkat konsumsi tidak hanya dilakukan oleh
industri-industri besar, namun perilaku konsumtif masyarakat dunia untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti pemakaian kendaraan bermotor, pemakaian
refrigerator, air conditioner, dan pemakaian listrik yang ternyata sebagian
pembangkit listrik menggunakan bahan bakar fosil sebagai basis produksinya.
Artinya, kontribusi setiap elemen dunia memberikan kesempatan untuk mempercepat
proses kerusakan kondisi lingkungan di bumi ini. Ketiga, kontrol
masyarakat kurang diperhatikan pembuat kebijakan sebagai potensi keswadayaan
dan kearifan lokal (local wisdom).
Pandangan yang menyeluruh tentang penanganan kerusakan lingkungan
tersebut di atas perlu memberikan penekanan pada kekuatan dan kearifan lokal.
Bagaimana potensi dan kekuatan masyarakat dapat ditumbuh-kembangkan menjadi
kekuatan terarah pada keswadayaan kontrol atas akses terhadap sumber-sumber
daya lingkungannya.
Perkembangan potensi lokal harus didorong dengan kebijakan pemerintah
yang memberikan peluang terhadap tiga pilar terhadap hak masyarakat lokal dalam
kerangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Kekuatan pilar
tersebut adalah terdiri dari: pertama, akses terhadap informasi (access
to information). Masyarakat sebagai warga negara harus mendapatkan hak atas
informasi yang utuh, akurat, dan up to date untuk kepentingan
pembangunan dan pengelolaan lingkungan berkelanjutan. Akses informasi juga dapat dimaknai lebih dalam
pada informasi aktif dan infirmasi pasif. Informasi aktif merupakan kondisi
ketika masyarakat pemerintah atau birokrasi penyelenggara pengelolaan lingkungan
hidup memberikan berbagai informasi yang jelas dan benar kepada masyarakat
karena pertimbangan bahwa informasi yang diberikan kepada masyarakat adalah
kewajiban pemerintah dan jajarannya. Selain itu, pada informasi pasif, hak
masyarakat untuk mendapatkan informasi tersebut tanpa harus didahului adanya
permintaan dari masyarakat.
Kedua, kekuatan pilar
terhadap akses partisipasi dalam pengambilan keputusan (public participation
in decision makin), yaitu pilar demokrasi yang menekankan pada jaminan hak
masyarakat untuk turut serta dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan
dengan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat dalam pengelolaan lingkungan.
Partisipasi masyarakat dapat dilihat melalui hak yang diberikan oleh pemerintah
bahwa masyarakat mempunyai hak untuk memberikan usulan atas kebijakan-kebijakan
yang berkaitan dengan pembangunan dan pengelolana lingkungan, hak memberikan
pengaruh untuk melakukan perubahan kebijakan yang tidak berkaitan dengan
kebutuhan masyarakat, dan hak untuk memberikan penguatan terhadap kebijakan
yang bagi sudah dianggap sesuai dengan penyelenggaraan kepentingan dan hajat
hidup masyarakat.
Ketiga, kekuatan
pilar terhadap akses terhadap keadilan (access to justice) dalam
pemberian kewenangan pemerintahan lokal untuk melakukan pengelolaan dan
pembangunan lingkungan yang berbasis pada masyarakatnya. Keadilan yang dimaksud
lebih memberikan kewenangan untuk melakukan pengelolaan sumber-sumber daya
lingkungan hidup untuk kepentingan masyarakat lokal.
Realisasi atas ketiga kekuatan di atas merupakan hak warga masyarakat untuk
turut serta memberikan perhatian terhadap keberlanjutan lingkungan di
sekitarnya. Kewajiban pemerintah adalah untuk mengakomodir kepentingan warganya
atas pemanfaatan dan keberlanjutan pengelolaan lingkungan.
Untuk menciptakan kekuatan tiga pilar di atas dapat dirubah paradigma
pemerintah dalam memandang kekuatan masyarakat. Kekuatan masyarakat lokal dapat
dimaknai secara lebih positif sebagai potensi swadaya untuk memberikan
perlindungan terhadap kondisi lingkungannya. Pandangan pemerintah atas
pengelolaan dan perlindungan yang dilakukannya sendiri merupakan keterjebakan
pada sistem single fighter untuk memberikan perhatian terhadap
keberlanjutannya. Pada kondisi seperti ini, pemerintah mengalami banyak kendala
yang jarang sekali mendapatkan penyelesaian yang komprehensif.
Kekuatan swadaya masyarakat dalam pengelolaan dan pemanfatan sumber-sumber
daya lingkungan harus segera dikembangkan. Munculnya kekuatan-kekuatan
masyarakat dalam bentuk kelembagaan maupun civil society harus
mendapatkan sambutan positif dari pemerintah. Apresiasi dan penghargaan
pemerintah dapat digunakan untuk menguatkan kepercayaan diri pengelolaan dan
pemanfaatan lingkungan yang ramah dan berkelanjutan.
Kekuatan politik pemerintah dalam memberikan peluang terbukanya jaminan
atas kesempatan akses informasi. Pemerintah memberikan ruang-ruang pada
peraturan daerah sebagai payung hukumnya. Pemerintah juga dapat memberikan
fasilitas kelembagaan yang difungsikan sebesar-besarnya untuk memberikan
pelayanan akses informasi dan mampu menciptakan, serta memperkuat permintaan
masyarakat atas informasi.
Tiga akses menjadi penting untuk keberlanjutan interaksi antar pihak menuju
sistem pemerintahan yang baik dalam pengelolaan lingkungan. Tiga akses belum
menjadi agenda politik pemerintah dan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari hasil
studi tentang gambaran akses informasi, partisipasi dan keadilan lingkungan di
Gunungkidul menunjukkan bahwa pertama, berbagai produk kebijakan dan
implementasi kebijakan belum menjamin tegaknya keterbukaan (akses informasi)
bagi masyarakat. Kedua, partisipasi masyarakat yang dari waktu ke waktu
semakin meningkat, keterlibatan dalam kepemimpinan tingkat lokal sudah
menunjukkan kemajuan yang pesat. Ketiga, masih terbatasnya infrastruktur
dan suprastruktur yang mendukung partisipasi dalam masyarakat. Keempat,
akses terhadap keadilan belum menjadi substansi pengambilan kebijakan di
tingkat lokal. Dorongan untuk mengupayakan terhadap percepatan implementasi
tiga akses di Gunungkidul menjadi penting. Oleh karena itu diperlukan kegiatan
yang tepat untuk mempercepat proses perubahan sistem tiga akses menjadi sebuah
implementasi konkrit yang dilakukan di lapangan.
Informasi
Kegiatan
Keberlanjutan pengelolaan lingkungan di Gunungkidul dilakukan dengan
beberapa kegiatan yang perlu mendorong dan mempercepat upaya implementasi tiga
akses dari berbagai elemen yang berkepentingan. Hasil studi di atas yang telah
banyak mengkaji kemanfaatan isu tiga akses dalam pengelolaan lingkungan di
Gunungkidul oleh para pihak yaitu: pemerintahan (eksekutif dan legislatif),
lembaga peradilan (yudikatif) untuk memastikan tegaknya keadilan, dan
masyarakat sebagai instrumen dasar dalam pengelolaan lingkungan. Oleh karena
itu, kegiatan mendorong dan mempercepat upaya implementasi tersebut difokuskan
pada terciptanya kepastian bergeraknya elemen-element tersebut.
Kegiatan dilakukan pada beberapa bentuk yang diharapkan dapat mencapai pada
terealisasikannya tujuan penyelenggaraan program implementasi tiga akses di
Gunungkidul. Kegiatan-kegiatan yang akan dilaksanakan diantaranya yaitu:
Pertama, melakukan
penjajagan dinamika pelaksanaan tiga akses di Kabupaten Gunungkidul. Penjajagan
dilakukan pada beberapa faktor yaitu: melihat
kondisi pelaksanaan akses informasi yang dilaksanakan oleh pemerintahan
lokal di Kabupaten Gunungkidul; beberapa akses informasi yang belum mengalami
keterbukaan di mana masyarakat belum dapat mengakses dengan mudah atau bahkan
sama sekali tidak dapat diinformasikan kepada publik; serta menggambarkan –
dalam cara pandang dan kebutuhan masyarakat – tentang informasi dibutuhkan oleh
masyarakat. Hal ini diharapkan dapat melakukan identifikasi terhadap segala
permasalahan dan kendala mendorong implementasi tiga akses di Kabupaten
Gunungkidul. Penyelesaian masalah diharapkan dapat terarah dan terencana
berdasarkan temuan tentang permasalahan dan kendala yang dihadapi tersebut.
Kedua, melakukan perumusan terhadap pelaksanaan
percepatan implementasi tiga akses di Kabupaten Gunungkidul. Tahapan yang
dilakukan adalah memberikan analisa terhadap kajian awal yang telah dilakukan
di atas, termasuk memformulasikan draf akademik dan usulan draf peraturan
daerah tentang implementasi tiga akses. Percepatan ini dilakukan dengan melakukan
fasilitasi terhadap berbagai pihak untuk memberikan masukkan atas kehendak dan
kepentingan para pihak terhadap penyelenggaraan implementasi tiga akses.
Kegiatan percepatan juga dilakukan dengan melakukan fasilitasi untuk
memformulasikan perencanaan implementasi tiga akses dan standard operasional
procedure (SOP) bagi setiap instrumen pelaksana tiga akses yang disyahkan
oleh pemerintah di Kabupaten Gunungkidul.
Ketiga, membentuk
suatu rumusan tentang perencanaan pelaksanaan dan implementasi tiga akses dalam
bentuk yang tercatat dan terukur untuk mempermudah proses dan keberlanjutan
implementasi tiga akses tersebut. Rumusan tersebut dapat manfaatkan oleh para
pihak (terutama masyarakat) untuk menjadi alat ajar dan kontrol terhadap
dinamika pelaksanaan tiga akses, yang dapat direalisasikan dalam bentuk buku
panduan (manual/hand book).
Keempat, melakukan
penguatan kapasitas terhadap instrumen pelaksana tiga akses. Penguatan
kapasitas minimal dapat dilakukan dengan melaksanakan training. Pemerintah dan
masyarakat sebagai dua kutub yang dialektis diharapkan dapat sama-sama memahami
dan mampu memberikan dukungan terhadap implementasi pelaksanaan tiga akses
dengan dukungan kebijakan tentang pelaksanaan tiga akses di Kabupaten
Gunungkidul.
Kelima, melakukan pengujian
pelaksanan implementasi tiga akses di Kabupaten Gunungkidul melalui penguatan
kelompok kerja dan melakukan publikasi tiga akses di Kabupaten Gunugnkidul. Penguatan
kelompok dapat mendukung proses pelaksanaan implementasi tiga akses dengan
memberikan sumbangan kreatifitas dan kemampuannya untuk mendorong kehendak
informasi masyarakat di Kabupaten Gunungkidul.
(**tulisan ini dibuat sebagai bahan pembahasan program implementasi akses
informasi dikabupaten gunungkidul tahun 2006 – 2009** pendampingan Kelompok
Informasi Masyarakat (KIM)Kabupaten Gunungkidul)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar